Abdullah Ibnu Abas r.a berkata:
“Semasa zaman kehidupan Rosulullah (SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah (HR.Bukhori)Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:
”Rasululloh (SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-” La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)
Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda:
"Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan." (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir seusai orang orang melaksanakan sholat wajib dgn berjamaah sudah menjadi kebiasaan pada masa nabi SAW, kata Abdullah bin Abbas :
Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad:"Ketika saya mendengar dzikir tersebut saya tahu bahwa orang2 sudah selesai melaksanakan sholat berjamaah (BUKHARI NO 841)
( budak yang telah bebas dari Ibn ‘Abbas) Ibn ‘Abbas berkata padaku,
Hadits Riwayat Ibnu Abbas:“Dalam masa hidup pada Nabi itu lazim untuk menyelenggarakan zikir Puji-pujian pada Allah bersuara keras sesudah jamaah shalat wajib (Sahih Bukhari . 1/802)
“Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ibnu Adra’ berkata:
“Pernah Saya berjalan bersama Rasulullah SAW lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya’.
Rasulullah SAW menjawab:
“Tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan.”
Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan berdzikir secara pelan.
Sa’d bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw bersabda,
“Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi.